KITAB DONGA PAMUJI DAN PRIMBON




KITAB DONGA PAMUJI DAN PRIMBON


Dalam beberapa bulan terakhir, saya berjumpa dengan beberapa pemilik manuskrip. Perjumpaan itu beragam. Mulai dari ketidak sengajaan, obrol ringan, hingga kontak serius dengan beberapa tokoh masyarakat dan Pesantren. 

Manuskrip dianggap sebagai bagian dari azimat; keramat untuk dilihat, disentuh, dibuka, hingga dipelajari, pelan-pelan paradigma ini sudah mulai ada perubahan. Progresifnya menuju konservasi. 

Temuan lapangan, tak sedikit manuskrip-manuskrip cukup mengkhawatirkan. Lapuk karena usia, debu tak tersentuh, hewan kutu menyebabkan lubang kertas di mana-mana, bahkan lubang dari halaman depan tembus ke halaman belakang, hingga begitu sulit untuk dibaca.

Persebaran manuskrip Bangkalan, untuk sementara terdata mayoritas berbahasa Jawa. Tentu, dampak ekspansi Islamisasi, dan Islam sendiri sudah menjadi elemen yang dominan dalam peradaban Jawa, aksara Arab yang semula hanya digunakan untuk menulis teks-teks Arab, lama-kelamaan direka dengan menambah tanda-tanda diakritik --- dipakai untuk menulis teks-teks bahasa Jawa. Aksara rekaan inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pègon [Pudjiastuti, 2006].

Kromoprawiro, istilah Pègon berasal dari bahasa Jawa [Pègo], artinya 'tidak lazim dalam mengucapkan bahasa Jawa'. Hal ini mungkin disebabkan karena banyak kata-kata Jawa yang ditulis dengan kata-kata Arab menjadi terasa aneh ketika diucapkan [1867: 1].

Temuan teks-teks tua naskah/manuskrip di Bangkalan belum menjumpai berbahan lontar, sebagian besar berbahan kertas Eropa dan dluwang [dlubâng: bahasa Madura].

Seperti Kitab Donga Pamuji dan Primbon: peta spritualitas manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Kalimat-kalimat pada bagian tengah kuras [jumlah beberapa lembar kertas] ditulis terbolak-balik, sehingga membacanya pun harus membolak-balikkan manuskrip. Pada manuskrip tersebut, tak ada indikasi kolofon, karena alas naskah bagian depan sudah rusak parah. 

Pada titik-titik pedalaman: Bangkalan seperti mengejawantahkan konseptual kultural masing-masing. Lepas dari cangkang aristokrasi. Kaya dan menyimpan ribuan misteri.

Bangkalan, 08 September 2022

#Selamat_Hari_Aksara_Dunia

Komentar

Postingan Populer