PEREMPUAN DI MATA PENYAIR I BUKU PUISI ANTING BULAN MERAH


Perempuan di Mata Penyair Muda


Kenapa sebuah cerita bisa terus menerus menguntit ingatan, membuat orang dirundung perasaan, seperti tertancap sesuatu begitu mendalam? Kenapa pula cerita bisa menjadi bukan hanya kata, frasa, kalimat, alinea, dan seterusnya, melainkan serupa mahluk yang utuh, hidup, dan bergerak-gerak dalam benak? Kenapa cerita bisa sedahsyat itu pengaruhnya?
Kedahsyatan itu saya duga dilantari kekuatan disiplin kreasi sastra yang sanggup mencipta gagasan dan menuangkannya dalam penulisan yang paling pas, bukan saja masuk akal, tapi sekaligus menyentak atau mengguncang emosi, demikian pembacaan Binhad Nurrohmat terhadap teks sastra dalam bukunya: Sastra Perkelaminan (2007).

Hari ini, kehadiran sastra dengan segala bentuknya tetap memiliki ruang, ruang itu adalah penulis itu sendiri: ia yang sunyi. Tanpa berharap keberadaan sastra menjadi buku bacaan wajib kolektif, sebab untuk hari ini mustahil. Entah, suatu saat nanti?

Andy Moe, Hasan Basri/Togar Siregar, Abdoel Muhafi,  Muhlis Al-Firmany (penyair Bangkalan), Holil Al-Farisy (penyair Sampang), dan Homaedi (penyair Sumenep). Tulisan ke enam penyair ini menampik konsep yang selesai. Konsep yang pasti dan selesai memang memungkinkan kita menguasai hal-ikhwal, kita merasa dalam khaos, kekaburan, ketidakstabilan. Tapi niat untuk menguasai dunia mau tak mau akan menjerat mausia. Maka puisi lahir. Puisi hidup dengan dan dari metafora, yang mencoba menangkap hidup dalam kekayaannya yang tak terhingga (Andaru, iii).

Anting Bulan Merah terbit indie. Layak diapresiasi. Mereka datang. Berbicara: menyumbang catatan peristiwa dengan gaya masing-masing. Usaha penulis muda memasang kuda-kuda. Selamat berlari kencang!

Bangkalan, Desember 2012

Komentar

Postingan Populer