BUKU PUISI NUH KUN NUN



Proses Kreatif l 
Buku Puisi Nuh Kun Nun

NUH, KUN, NUN, judul awal buku kumpulan puisi ini adalah Bu’ Randha (Bahasa Madura), yang berarti Ibu Janda. Judul berubah setelah penerbit menerima naskah dan menawarkan pertimbangan lain pada saya. Perubahan judul ini apakah membuat saya kurang setuju? Sebaliknya, saya cukup bahagia. Puisi lebih universal; memberi peluang bahwa ia bukan milik saya saja.

Antologi ini menghimpun puisi-puisi saya dalam rentang waktu antara tahun 2018 hingga 2020. Menampung fragmen-fragmen historis: tertera muasal pelayaran Nusantara; nasib rempah di-ke tanah-tanah asing, Madura dan lingkup budayanya juga bermaujud di dalamnya. Latar nuansa lokalitas semacam ini merupakan pilihan penyelematan cagar budaya tak benda. Dengan harapan mampu memberi refleksi dini pada diri sendiri, alangkah lebih berbahagia jika bermanfaat bagi yang lain.

Saya akui tidak akan mampu mempersatu jarak waktu, apalagi ingin kembali membuat utuh masa lalu. Setiap saat, alam termasuk (kita) juga memiliki ruang gerak. Penggalan-penggalan cerita, petuah, mitos kampung berseliwer di kepala. Semua itu hendak saya rekam menjadi bagian puitik bahasa, sebelum kejenuhan merajalela, kemalasan menutup rasa, dan asa menjadi tak berdaya, kadaluarsa di simpang jalan; tak tahu kemana akan pulang?

50 judul puisi telah mewakili sebagian kebebasan saya untuk berbahasa. Bertamasya ke dalam lorong-lorong empiris (pengalaman), estetis (keindahan), analis (pengamatan). Mendedak hidup dari kacamata puisi dirasa berbeda dengan cara mengulasnya dengan literasi lain. Puisi telah merebut peristiwa untuk tetap indah, meskipun berurai airmata.

Biar waktu berputar menemui rotasinya. Tugas manusia, menyeimbangkan hidup pada jalurnya. Beragam pilihan, di antaranya menulis. Jika pilihan itu adalah menulis (puisi), berarti kita sudah memilih jalan sunyi; jalan setapak untuk tidak melupa.

Teks, wacana, saat ini terbuka lebar untuk ditafsir melalui pendekatan apa pun, untuk maksud apa pun, tegantung pembaca beserta sejarah dan latar belakangnya. Tulisan ini semoga bisa memberi sumbangan tertentu, baik secara tersirat maupun tersurat: di antaranya nilai-nilai luhur, serta contoh tentang sesuatu karya sastra dengan bentuknya.

Saya ucapkan terima kasih kepada Mas Wawan dan penerbitnya yang sudah menjadi perpanjangan tangan untuk menghadirkan karya saya lebih dekat ke hadapan pembaca. Tak lupa kepada Bi Zai dan Mba’ Riz, orang-orang yang paling dekat dengan proses penerbitan buku puisi ini.

Akhir kata, kepada pembaca budiman; mudah-mudahan sehat, dan selalu dalam limpahan keberkahan. Selamat menikmati di mana pun Anda berada.

 

Bangkalan, Agustus 2021

Komentar

Postingan Populer