NYAI DHALEMAN BUMI PASER I Perbatasan Kecamatan Kwanyar Modung Bangkalan, Madura
Cukup lama, tokoh perempuan ini ingin saya ziarahi. Hari ini, baru terkabul. Berbekal nama tempat (Pasèr) sebagai indikasi awal. Nama ini mengekor di sebuah catatan, yaitu: Nyai Dhâleman P A S È R. Setelah kroscek, dari beberapa murid (tempat saya mengajar) yang berasal dari wilayah tersebut, hanya satu orang yang memberi sinyal, nama Bhuju' ini benar adanya.
Kuburan itu hampir sama dengan sebagian Ulama'/Nenek Moyang/Bhuju'-bhuju' Madura. Keberadaannya cukup jauh dari pemukiman warga. Untuk menjangkau keberadaannya, dua kilo meter ke utara dari induk jalan raya utama. Roda dua dan empat masih bisa kompromi dilalui di rute anak jalan. Sepi. Dan bergelombang. Sampai di laju pertigaan. Kiri. Masuk pemukiman. Bukan sampai lokasi. Tapi, masuk di pintu jalan setapak. Jika membawa kendaraan roda empat. Kendaraan harus mengalah. Parkir di rumah warga. 500 meter + jalan liku di bibir ladang-ladang warga harus ditempuh. Jalan kaki atau roda dua alternatifnya?
Nyai Dhâleman memiliki putra Kiai Ahmad, Kiai Ahmad inilah yang memiliki putra cukup fenomenal, ialah Kiai Jalmika/Sujatmiko di Bumi Blâtér Batah Timur Kwanyar. Blâtèr (bahasa Madura) berarti: tata[k], jagoan, jawara kharismatik karena mempunyai pengaruh luas di lingkungan sekitar. Konon, ketokohannya membuat setiap pejalan kaki berjongkok bila melintasi wilayahnya?
Nyai Dhâleman. Di manuskrip begitu tampak nyata keberadaan tulisannya. Di daun telinga begitu akrab mendengarnya. Di pelupuk mata, begitu jauh menjangkaunya. Hanya sumur tua, barisan nisan di lingkaran tanah peristirahatan terakhirnya.
Kemarau telah mencerahkan pandangan mata untuk melihatnya. Jika musim hujan tiba, semak belukar tentu melingkari keberadaannya. Semoga, suatu saat akses menuju pasarèannya lebih mudah. Anak cucu lebih asah, asuh, asih. Tanpa leluhur kita bukan apa-apa.
Bangkalan, 06
Oktober 2020
#jepretan foto
dan penunjuk jalan Zahriyandi Rifki











Komentar